Mau   bisnis internet sesuai syariah, di  sini tempatnya !
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga  yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang  yang bertaqwa (Ali Imran: 133)
Di dalam Al-Qur’an, Allah selalu menggunakan bahasa yang menggugah  agar manusia jangan berlambat-lambat melainkan bersegera menuju  kebaikan. Kata wa saari’uu pada ayat di atas adalah salah satu  contoh. Dalam surat Al-Baqarah: 148 ada contoh yang lain lagi, Allah  berfirman: fastabiqul khairaat (maka berlombalah kalian dalam  kebaikan). Antara kata wa saari’uu dan fastabiquu sekalipun  intinya sama, yaitu bersegera dan bergegas menuju suatu tujuan, tetapi  masing-masing mempunyai makna khusus: Dalam kata wa saari’uu yang  ditekankan adalah kesegeraan bergerak, tanpa sedikit pun ragu, dan  tanpa bertele-tele memikirkan sesuatu di luar itu, sehingga membuatnya  tidak maksimal. Begitu ada panggilan shalat misalnya, ia segera bangkit  meninggalkan segala pekerjaan apapun pentingnya pekerjaan itu, karena ia  tahu bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih penting dari pada shalat.  Adapun kata fastabiquu lebih kepada perintah berlomba jangan sampai  keduluan yang lain. Di sini terkesan ada banyak orang yang masing-masing  bergerak cepat dan bersegera untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu  contoh, ketika menggambarkan bagaimana Nabi Yusuf as. dan wanita yang  menggodanya sama berlomba menuju pintu Allah berfirman, “Wastabaqaal  baab (dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu) (Yusuf: 25). Dalam  perlombaan ada tenaga ekstra yang digunakan, segala kemampuan  dikerahkan sehingga cita-cita yang diinginkan bisa diraih.
Selain istilah wa saa ri’uu dan fastabquu dalam  surat Al-Hadid ayat 21 Allah menggunakan istilah saabiquu, ini  pengertiannya lebih dahsyat lagi. Sebab dalam kata saabiquu terkandung  makna bukan hanya bersegera atau berlomba, melainkan lebih dari itu  kalahkan yang lain. Dalam hal ini seorang hamba tidak hanya diajak untuk  sekadar bekerja keras, melainkan juga berkualitas. Sebab jika hanya  bersegera dan berlomba tetapi tidak bisa mengalahkan yang lain secara  kualitas, usaha tersebut bisa dikatakan tidak efektif. Simaklah firman  Allah mengenai makna saabiquu tersebut, “Berlomba-lombalah kamu  kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas  langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada  Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada  siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
Penting untuk dicatat bahwa Al-Qur’an telah begitu dalam menggugah  agar umat Islam tidak menjadi umat yang berleha-leha. Melainkan umat  pionir dalam segala kebaikan. Tidak ada rumus istirahat dalam Al-Qur’an,  maka begitu seseorang mengaku sebagai hamba Allah di saat yang sama  segera bergerak melakukan segala kebaikan yang tak terhingga luasnya:  dari sejak bangun tidur sampai tidur kembali, dan dari urusan masuk  kamar mandi sampai urusan kenegaraan. Semua dalam Islam ada aturannya,  yang jika itu semua diikuti dengan niat ketaatan kepada Allah, akan  menjadi potensi kebaikan yang luar biasa pahalanya.
Lebih jauh, mengapa Allah menggunakan istilah yang begitu menekankan  keharusan untuk bersegera dalam kebaikan? Pertama, bahwa melakukan dan  menyebarkan kebaikan (al-khairaat) adalah tugas pokok setiap insan.  Tanpa kebaikan Allah manusia di muka bumi ini bisa dipastikan telah  musnah sejak ratusan tahun yang silam. Dalam surat Abasa 80/20 Allah  berfirman, “Tsummas sabiila yassarah” (Kemudian Dia memudahkan  jalannya). Maksudnya Allah permudah segala yang menjadi kebutuhan  manusia baik secara fisik maupun secara rohani. Dari segi kebutuhan  fisik Allah turunkan hujan dari langit dan pancarkan air dari bumi  dengannya manusia, Allah tumbuhkan pohonan yang berbuah dengannya  manusia bisa makan dan lain sebagainya. Adapun dari segi kebutuhan  rohani Allah utus nabi-nabi yang mengajarkan al kitab, lalu kepada nabi  terakhir Muhammad saw. Allah turunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi  manusia. Maka tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak berbuat baik.  Kedua, bahwa usia manusia terbatas, dan tidak ada seorang pun tahu kapan  ia akan meninggal dunia. Allah berfirman, “Tiap-tiap umat mempunyai  batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat  mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya”  (Al-A’raaf: 34). Karena itu seorang hamba hendaknya segera melakukan  kebaikan. Jika tidak, ia akan menjadi orang yang paling sengsara tidak  hanya di dunia melainkan lebih dari itu di akhirat.
Pada ayat di atas Allah berfirman, “wa saari’uu ilaa maghfiratin  mirrabbikum” lalu dalam surat Al hadid: saabiquu ilaa maghfiratin  mirrabbikum sementara dalam surat Al-Baqarah, “fastabiqul khairaat.”  Apa beda antara maghfirah (ampunan) dan al khiraat (kebaikan)? Imam  An-Nawawi dalam bukunya Riyadhus Shaalihiin h.58-61 menyebutkan beberapa  hadits untuk menerangkan makna bergegas meraih ampunan dan melakukan  kebaikan:
Pertama, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw.  bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk melakukan amal-amal yang  shalih, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai malam yang  gelap gulita dimana ada seseorang pada waktu pagi ia beriman tapi pada  waktu sore ia kafir, pada waktu sore ia beriman tapi pada waktu pagi ia  kafir, ia rela menukar agamanya dengan sedikit keuntungan dunia. (H.R.  Muslim)
Kedua, dari Abu Sirwa’ah ‘Ukbah bin Al-Harist ra. Berkata, “Saya  shalat Ashar di belakang Nabi saw. di Madinah setelah salam beliau terus  cepat-cepat bangkit melangkahi leher barisan para sahabat menuju kamar  salah satu istrinya. Para sahabat terkejut atas ketergesaannya itu  kemudian beliau keluar dan melihat para sahabat terkejut atas  ketergesaannya itu beliau bersabda, “Aku ingat sepotong emas dan aku  tidak ingin terganggu karenanya maka aku menyuruh untuk membagikannya.”  (H.R. Bukhari)
Ketiga, dari Jabir ra. mengatakan bahwa pada perang Uhud ada  seseorang bertanya kepada Nabi saw, “Apakah tuan tahu, seandainya saya  terbunuh maka di manakah tempat saya? Beliau menjawab, “Si dalam surga.  Kemudian orang itu melemparkan biji-biji korma yang ada di tangannya  lantas maju perang sehingga ia mati terbunuh. (H.R. Bukhari-Muslim)
Keempat, dari Abu Hurairah ra. mengatakan bahwa ada seseorang  datang kepada Nabi saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah  yang paling besar pahalanya? Beliau menjawab, “Yaitu kamu sedekah  sedangkan kamu masih sehat, suka harta, takut miskin dan masih ingin  kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda sehingga bila nyawa sudah sampai  di tenggorokan (sekarat) maka kamu baru berkata: untuk fulan sekian dan  untuk fulan sekian, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli  waris) (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kelima, dari Anas ra. bahwasanya Rasulullah saw. pada perang  Uhud mengambil pedang seraya bersabda: siapakah yang mau menerima pedang  ini? Maka setiap orang mengulurkan tangannya sambil berkata: saya,  saya. Beliau bersabda lagi, “Siapa yang mau mengambilnya dengan penuh  tanggung jawab? Maka semua orang terdiam, kemudian Abu Dujanah ra.  berkata: saya akan menerimanya dengan penuh tanggung jawab. Maka pedang  itu diberikan kepada Abu Dujanah kemudian ia mempergunakannya untuk  memenggal leher orang-orang musyrik. (H.R. Muslim)
Keenam, dari Zubair bin ‘Adi berkata: kami datang kepada Anas  ra. dan mengadukan masalah penderitaan yang kami hadapi atas kekejaman  Al-Hajjaj, kemudian Anas menjawab: sabarlah kamu sekalian, sesungguhnya  nanti akan datang suatu masa dimana penderitaan lebih berat lagi,  sehingga kamu sekalian bertemu dengan Tuhanmu (mati), saya mendengar itu  dari Nabi saw. (H.R. Bukhari)
Ketujuh, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw.  bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk beramal sebelum datangnya  tujuh hal: apakah yang kamu nantikan kecuali kemiskinan yang dapat  melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang dapat  mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat  menyudahkan segalanya atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia  sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal  kiamat adalah suatu yang sangat berat dan menakutkan. (H.R. Tirmidzi)
Kedelapan, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw.  bersabda, “Saya akan benar-benar menyerahkan panji ini kepada seseorang  yang mencintai Allah dan rasul-Nya, dimana Allah akan mengaruniakan  kemenangan kepadanya. Umar ra berkata, “Saya tidak ingin memegang  pimpinan kecuali pada hari ini, maka saya menunjukkan diri dengan  harapan dipanggil oleh Nabi saw. untuk memimpinnya. Tetapi Rasulullah  memanggil Ali bin Abu Thalib dan menyerahkan panji itu kepadanya seraya  bersabda, “Majulah ke depan dan janganlah kamu menoleh ke belakang  sebelum Allah memberi kemenangan kepadamu. Kemudian Ali melangkah  beberapa langkah lantas berhenti tetapi tidak menoleh ke belakang dan  berteriak: wahai Rasulullah, kepada siapakah saya harus berperang?”  Beliau menjawab, “Perangilah mereka sehingga mereka menyaksikan bahwa  tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan  Allah. apabila mereka telah menyaksikan yang demikian itu maka kamu  tidak boleh lagi memerangi mereka baik darah maupun harta bendanya  kecuali dengan haknya, adapun masalah perhitungan mereka adalah terserah  Allah. (H.R. Muslim)
Sumber :  http://www.dakwatuna.com
Mau    bisnis internet sesuai syariah, di  sini tempatnya !
Share
Home »Unlabelled » Bersegera Munuju Kebaikan




{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar